Catatan Perjalanan :
Sekali
Menginjak Gas, Delapan Negara Bagian Terlampaui
10.
Di Breckenridge Kami Berski
Kamis, 27 April
2000, sekitar jam 9:30 pagi kami baru keluar dari hotel. Hari ini
agak santai. Rencana hari ini adalah bermain ski atau sebenarnya
lebih tepat dikatakan belajar bermain ski, karena memang belum
pernah melakukannya. Cara terbaik untuk itu adalah dengan
mengambil paket belajar ski, karena nantinya akan dibimbing oleh
instruktur berpengalaman.
Kebetulan hotel
kami menginap di jalan Village Road, berada persis di seberang
arena ski, sehingga cukup berjalan kaki sejauh 50 m untuk
mencapainya. Sungguh beruntung saya hari itu, karena ternyata
saat itu adalah minggu terakhir musim berolah raga es. Minggu
depannya lokasi itu akan ditutup untuk umum, menunggu hingga
musim semi dan panas berlalu.
Segera saja saya
dan anak saya yang perempuan mendaftar untuk ikut belajar bermain
ski. Ada kelompok berbeda untuk dewasa dan anak-anak. Semua itu
harus dibiayai dengan cukup mahal. Untuk keperluan membayar paket
belajardan sewa peralatan (sepatu, tongkat dan celana anti air)
saya harus mengeluarkan uang hampir US$ 300 untuk dua orang untuk
satu hari. Belum lagi saya mesti membeli kacamata pelindung
sebagai perlengkapan tambahan. Ternyata berski memang olah raga
yang cukup mahal, itu karena kami belum bisa sehingga harus
membayar pelatih.
Dari pagi hingga
sore saya diajari cara berski sambil sekaligus bermain. Naik tram
(semacam kereta gantung) ke tempat tinggi, lalu meluncur ke
bawah, dan demikian seterusnya. Di sana ada beberapa stasiun tram
yang masing-masing menuju lokasi atau puncak berbeda. Untuk
pertama kali ternyata tidak mudah. Beberapa kali saya jatuh
terguling karena tidak bisa mengendalikan sepatu ski yang
meluncur susah dikendalikan, ya karena belum menguasai tekniknya.
Benar-benar olah
raga yang menguras tenaga, setidak-tidaknya bagi seorang pemula
seperti saya. Barangkali karena saya kurang persiapan dengan
latihan fisik sebelumnya. Mengemudi lima hari berturut-turut
dengan rata-rata waktu tempuh 10 jam perhari rasanya biasa-biasa
saja, tapi bermain ski lima jam saja badan sudah terasa enggak
karuan.
Anak saya
ternyata sangat menikmatinya. Memang mengasyikkan. Selain mereka
belajar ski, mereka memperoleh banyak teman-teman baru seusianya.
Setelah sehari berski, anak saya belum puas, minta agar besok
berski lagi. Wah, sambil tertawa saya bilang ke anak saya :
Bapak sih mau-mau saja, tapi kantongnya yang enggak
mau. Mulanya ya agak mutung (ngambek), tapi
lama-lama bisa mengerti juga. Toh yang penting kami sudah
pernah merasakan bermain ski di salju, meskipun bisa jadi hanya
untuk sekali seumur hidup.
Ya ., paling tidak kalau kelak saya pulang ke kampung di Jawa sana, saya bisa berceritera kepada para tetangga bahwa sewaktu di Amerika saya pernah bermain ski meluncur di pegunungan salju. Mudah-mudahan tidak ada yang tanya : Pernah jatuh terguling berapa kali?.
***
Selain olah raga
ski, di resort ini juga banyak yang berolah raga snow
boarding dan snow mobiling. Sementara saya dan anak
saya yang besar belajar ski, anak saya yang kecil hanya
bermain-main salju, membuat snow ball, membentuk
bangunan-bangunan dari salju lalu ditendangnya, dibentuk lagi,
berlari-lari, dst. sambil diawasi ibunya dari pinggir area yang
tidak bersalju.
Lagi-lagi saya
bersyukur, beruntung sekali anak-anak kampung itu, sempat
diantarkan orang tuanya memperoleh dan merasakan pengalaman
berbeda di negeri orang, yang belum tentu teman-teman sebayanya
di kampung sana akan pernah mengalaminya. Tentu dengan harapan
agar kelak mereka akan tahu, bahwa hanya dengan belajar dan
bekerja keraslah yang pada suatu saat nanti akan bisa membawa
mereka kembali ke Breckenridge untuk mengenang sepenggal
pengalaman masa kecilnya. Sebuah harapan (dan doa) bagi orang tua
manapun juga.- (Bersambung)
Yusuf Iskandar